Tuesday, May 4, 2021

Sejarah Sarekat Islam

  


Latar belakang Sarekat Islam

Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada tahun 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia Belanda tersebut kemudian menimbulkan perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.

Organisasi ini didirikan juga untuk melawan upaya monopoli sebagian kalangan atas bahan baku produksi batik. Ini digambarkan oleh Tirto Adhi soerjo di laporannya di “Medan Priyayi” dengan Judul “Menonton Wayang Priyayi.” Sedikit dari kutipan itu berbunyi:

“Saudagar-saudagar kecil tidak bisa beli kain dagangan sendiri di Solo karena kain yang bisa masuk priangan sudah diikat oleh saudagar-saudagar besar.”

Dalam kutipan lain, Tirto menulis:

“Perniagaan semakin sempit, dan karena itu kita mesti ambil perniagaan yang dilakukan bangsa asing. Kita anak negri mesti bisa jadi toke sendiri….”

Organisasi ini juga dimaksudkan untuk lebih memperkuat golongan-golongan pedagang Indonesia terhadap pedagang-pedagang China yang saat itu memegang peranan sebagai leveransian bahan-bahan yang diperuntukan oleh perusahaan yakni kain moni putih, bahan pembuat batik dan alat-alat untuk memberi warna dalam proses pembuatan. Haji Samanhudi merasa dipermainkan oleh leveransin-leveransin China, sehingga timbul keinginan untuk memperkuat diri dalam menghadapi leveransin China tersebut dengan mendirikan perkumpulan yang semula bersifat ekonomi dengan nama Sarekat Dagang Islam.

2.2 Perlawanan kolonialisme Belanda

Berdirinya Sarekat Dagang Islam merupakan salah satu bentuk kesadaran umat Islam untuk menguasai kembali pasar dan perekonomian yang menjadi sarana masuknya Pemerintah Kolonial Belanda ke Indonesia. Hal tersebut membuktikan eksistensi umat Islam tidak hanya terbataspada pengelolaan masjid, pengelolaan yayasan,pondok, atau dalam hal peribadahan saja, akan tetapi juga masuk ke dalam perekonomian dan perpolitikan bangsa.

Melalui Sarekat Dagang Islam, masyarakat Indonesia tersadarkan atas pembodohan yang selama ini dilakukan oleh penjajah, sehingga mereka segera bangkit untuk menyambut perlawanan terhadap pembodohan tersebut. Terdesaknya Pemerintah Kolonial Belanda dalam perekonomian yang lebih mendukung perjuangan umat Islam, membuat mereka memikirkan berbagai cara untuk memecahkan perniagaan Khong Sing(Suryanegara, 2009 : 362-364). Demi mencapai tujuan tersebut akhirnya Pemerintah Kolonial Belanda membuat cara-cara sebagai berikut

1.Dipersulitnya Sarekat Dagang Islam mendapatkan bahan-bahan batik agar perusahaan batik milik orang jawa tidak mampu lagi berproduksi.

2.Membuat provokasi keributan huru-hara anti-Tionghoa.

3.Memunculkan fitnah kepada Sarekat Dagang Islam sebagai dalang kerusuhan huru-hara anti-Tionghoa.


Cara-cara yang dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda tidak lain didasari oleh motif perekonomian, yakni :

a.Memecahkan kongsi dagang antara Tionghoa-Umat Islam yang sudah berkembang dengan pesat dan erat.

b.Memutus pengaruh kemenangan revolusi Tionghoa yang dipimpin oleh Sun YatSen atas bantuan umat Islam di Tionghoa agar tidak menular ke Indonesia.


Semangat perjuangan Islam mendasari Sarekat Dagang Islam sehingga tidak hanya perang fisik saja yang diserukan, akan tetapi perang politik, ekonomi dan pemikiran.Politik, ekonomi, dan pemikiran (Islam), merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan karena perpolitikan selalu bergantung kepada perekonomian dan perekonomian bergantung kepada perpolitikan. Sementara Islam, lahir sebagai moralitas dalam mengelola perekonomian dan perpolitikan. Asmuni (2003) menyampaikan bahwasanya pembangunan ekonomi yang disertai dengan perubahan sosial budaya akan banyak menimbulkan masalah moral, menurutnya alternatif yang seharusnya dilakukan agar merespon aspek moral dengan cara mengkaitkan pembangunan ekonomi dengan agama. Dalam pembangunan ekonomi menurut Khursyid dalam Asmuni (2003) seharusnya pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan bagi setiap individu pada seluruh generasi, menghapus riba dan mewajibkan zakat.


HOS. Tjokroaminoto (2008:76) berpendapat bahwasanya hukum riba merupakan larangan Rasulullah Saw yang bersifat sosialistis.Islam dengan keras melarang adanya riba karena menyebabkan kerusakan dan kebinasaan di dunia serta siksaan di akhirat.Perkembangan riba di Indonesia merupakan hasil dari pemikiran kapitalis yang dibawa Pemerintah Kolonial Belanda.HOS. Tjokroaminoto (2008:77) sangat menolak adanya kapitalisme karena bertentangan dengan Islam, serta berusaha memerangi benihnya dan membinasakan kapitalisme sampai ke akar-akarnya.


2.3 Perkembangan Sarekat Dagang Islam Hingga Berganti Nama Sarekat Islam

Perkembangan Sarekat Dagang Islam memang sangat pesat, bahkan dibawah tekanan Pemerintah Kolonial Belanda, tidak menyurutkan semangat perjuangan mereka. Namun, diawal perjuangan dilakukan secara sembunyi-sembunyi, karena sedang menghimpun kekuatan. Oleh karenanya, tidak banyak yang tahu berdirinya Sarekat Dagang Islam.

Awal pendirian Sarekat Dagang Islam adalah mengimbangi dominasi pedagang Tionghoa yang didukung oleh Pemerintah Kolonial Belanda dalam bidang harga dan monopoli bahan baku.

Namun dalam perkembangannya, perkumpulan dagang ini berupaya merobohkan

monopoli pedagang-pedagang Tionghoa selaku pemasok bahan baku bagi industri batik karena ketidak adilannya.

Asmuni (2003) menyampaikan bahwasanya studi tentang ekonomi seharusnya berprinsip membicarakan tingkah laku manusia sebagai konsumen, distributor dan

produsen. Oleh karena itu, seharusnya Sarikat Islam tidak hanya mengembangkan

permasalahan produksi batik, akan tetapi juga pemasaran industri batik yang sedang dikuasai oleh Tionghoa.

Ketika berubah nama menjadi Sarikat Islam, organisasi tersebut memperluas tujuannya, diantaranya memajukan pertanian, perdagangan, kesehatan, pendidikan dan pengajaran.

Dalam anggaran dasar yang dibuat dengan Akta Notaris pada tanggal 10 September 1912 kata “dagang” dihapuskan, sehingga nama Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam saja dengan dasar atau tujuan sebagai berikut (Muryanti, 2010) :


1.Memajukan perdagangan rakyat pribumi.

2.Memberikan pertolongan kepada anggota-anggota yang mengalami kesukaran.

3.Memajukan kepentingan rohani dan jasmani penduduk asli.

4.Memajukan kehidupan agama Islam.


 Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan nama dan tujuan dari Sarekat Dagang Islam menjadi Sarekat Islam, membawa dampak positif bagi Sarikat Islam berupa pesatnya cabang-cabang Sarikat Islam diberbagai daerah di Jawa bahkan di luar Jawa. Dengan demikian, anggota Sarikat Islam juga berkembang dengan pesat. Inilah yang paling ditakutkan oleh Pemerintah Kolonial Belanda, yakni berkembangnya organisasi nasional yang melakukan perlawanan dan merosotnya pengaruh Pemerintah Kolonial Belanda. Masyarakat Indonesia yang mulai merasa tertekan oleh ketamakan Pemerintah Kolonial Belanda, mulai beranjak melakukan perlawanan dengan bergabung di organisasi Sarikat Islam. Tidak jarang pergerakan Sarikat Islam mengalami persinggungan dengan Pemerintah Kolonial Belanda, bangsawan lokal yang konservatif terhadap Pemerintah Kolonial Belanda.

Sarikat Islam merupakan organisasi pertama di Indonesia yang mampu menarik ribuan anggota dalam waktu singkat. Menurut Nagazumi dalam Wild dan Carey (1986), dalam Muryanti (2010) bahwa pada tahun 1914 mencapai lebih dari 360.000 anggota.

Penyebaran Sarikat Islam di Indonesia begitu cepat karena beberapa hal, diantaranya :

1.Adanya kesamaan nasib dibawah penjajahan Pemerintah Kolonial Belanda.

2.Meredamnya keetnisan karena diganti dengan kesamaan agama.

3.Kesamaan tradisi berlayar yang semakin memudahkan adanya pertukaran informasi.

4.Arus perdagangan yang dilakukan oleh anggota Sarikat Islam.

5.Ideologi Islam yang dibawa Sarikat Islam

6.Kesamaan masalah.

7.Kondisi perpolitikan yang berada dalam masalah karena intervensi Pemerintah Kolonial Belanda dengan kegiatan eksploitasi ekonominya.


Sarikat Islam merupakan organisasi yang berlandaskan Islam. Oleh karena itu, dalam pengajarannya, mereka berusaha melaksanakan perintah agama, menjauhi larangan dalam agama, menghilangkan faham-faham yang keliru tentang agama Islam dan mempertebal

persaudaraan serta rasa saling tolong menolong antar anggota. Hadirnya Sarikat Islam merupakan salah satu alat untuk melakukan pembelaan diri, masyarakat, dan agama dari ketidaksanggupan masyarakat dalam menghadapi tindakan monolitis dan mendominasi dari Pemerintah Kolonial Belanda dalam berbagai bidang, salah satunya yaitu bidang ekonomi.


2.1. Pengaruh Sarekat Dagang Islam

Sarekat Islam pada mulanya bernama Sarekat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi yang berdasarkan pada Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam pergerakannya, tujuannya pula adalah melindungi hak-hak pedagang pribumi dari monopoli dagang yang dilakukan oleh pedagang-pedagang besar Tionghoa. Dan dengan lahirnya Sarekat Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada saat itu, diharapkan dapat bersaing dengan pedagang asing seperti Tionghoa, India, dan Arab.

Pengaruh Sarekat Dagang Islam dalam Pergerakan Nasional, walaupun Sarekat Dagang Islam pada awalnya hanya bergerak dalam bidang perdagangan, tetapi Sarekat Dagang Islam telah berhasil menghimpun pedagang-pedagang batik dikota Surakarta untuk bersatu melakukan perlawanan terhadap dominasi pedagang Cina terhadap perdagangan batik. Di sinilah mulai tumbuh rasa kebersamaan dan persatuan karena mereka memiliki nasib yang sama, sebagai bangsa yang terjajah.

No comments:

Post a Comment