Tuesday, October 11, 2011

KEDUDUKAN SEJARAH LOKAL DALAM LINGKUP SEJARAH NASIONAL (Studi kontribusi sejarah kota Malang terhadap SNI )


Abstrak
            Sejarah Lokal (SL) termasuk Sejarah mikro dan Sejarah Nasional (SN) adalah sejarah makro. SL dibagi tiga yaitu: Tradisional; Amatiran dan Ilmiah. Kumpulan SL yang signifikan dan bernilai “ kebangsaan“ menjadi SN, jadi SL itu bagian, pendukung dan pendalaman SN.
            SL di kota Malang (Malang Raya) cukup banyak peristiwanya sebagai sumber maupun obyek pengajaran dan penelitian sejarah. Rentang waktunya sejak jaman pra sejarah dan komunitasnya berhasil melahirkan kerajaan tertua di Jawa Timur (Kanjuruan). Tidak mustahil Malang Raya merupakan titik sentral awal, tumbuh dan perkembangan masyarakat di Jawa Timur.


Agar tidak terjadi salah pengertian tentang “ konstribusi sejarah kota Malang “ kita bahas lebih dahulu tentang konstribusi sejarah kota Malang. Masalahnya seberapa banyak dan seberapa jauh peran dan nilai kebangsaan tentang berbagai peristiwa sejarah di kota Malang pada Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Peristiwa sejarah itu hanya di kota Malang atau lebih luas cakupannya yang identik dengan Malang raya.
Komunitas sudah tumbuh dan berkembang di Malang, terbukti adanya kerajaan Kanjuruhan (760) dan Kutaraja ibukota kerajaan Tumapel (1222) sebelum pindah ke Singosari (1268). Setelah itu Rafflles membentuk Kabupaten Malang (1812) bagian dari Karesidenan Pasuruan dan pada 1919 Malang menjadi ibukota karesidenan. Sedang kotamadya (gemeente) Malang baru dibentuk 1914. Dengan istilah kota Malang, berarti konstribusinya hanya masa Pergerakan Nasional (1908 – 1945) tentang peristiwa sejarahnya.
Kabupaten Malang lebih dahulu ada dibanding dengan Kotapraja/Kotamadya/ Kota  Malang yang bupatinya sampai sekarang berada di kota Malang (coba digambarkan denah struktur kediaman Bupati, Alon-alon, Masjid dan penjaranya). Wilayah kota Malang penduduknya cukup padat dan sempit, oleh karena itu pengembangnya pada 1994 memperoleh beberapa desa dari Kabupaten Malang. Bahkan sekarang sudah ada wacana untuk “meminta lagi” desa dari Kabupaten Malang dan sebagian penduduk suatu desa ikut mendukung seperti di desa Tegalgondo.
Dahulu wilayah yang luas merupakan suatu unit Kabupaten Malang termasuk ibukotanya Malang cukup banyak peristiwa sejarahnya diangkat sebagai sejarah lokal (SL) sehingga temporalnya sampai masa Hinduisme atau pra sejarah. Walaupun kerajaan Kanjuruan dipilih sebagai pangkal tolak Hari Jadi Kabupaten Malang dalam penelitiannya, untuk obyek SL di kota Malang tetap penting. Berarti kurun waktunya sampai abad VIII atau mungkin lebih jauh dari itu sampai pra sejarah. Hal ini dimungkinkan apabila masih adanya tradisi pembuatan gerabah (kendi, cowek, celengan dan lain-lain) yang sekarang ditambah industri keramik, khas kota Malang. Dengan demikian tumbuh dan berkembangnya komunitas Malang (sebagai titik sentral) sejalan dengan bukti sejarahnya dapat ditelusuri tidak hanya masa Hinduisme tetapi juga masa prasejarah.
Ditinjau dari dimensi spatial, gerak sejarahnya mencakup kawasan yang lebih luas, yaitu segala peristiwa sejarah di Kabupaten Malang, kota Batu atau bahkan karesidenan Malang. Dengan demikian obyek SL lebih banyak dan memudahkan para siswa melaksanakan tugas terstruktur (PR) baik individual/kelompok memilih obyek SL. Jadi sumber SL tidak hanya di kepustakaan/buku sejarah, tetapi fakta di lapangan. Ingat sebagian siswa SLTP/SMA/SMK ada yang berasal dari luar kota Malang bahkan berdomisili di luar kota Malang. Bukan tak mustahil di lingkungan asal atau tempat tinggalnya memiliki obyek sejarah seperti: punden, tradisi maca pat, monumen dan lainnya. Obyek seperti ini dapat diangkat sebagai sejarah lokal memperkaya dan memperdalam khasanah SNI.
Kurikulum 1994 diprogramkan adanya Muatan Nasional 80% dan Muatan Lokal 20%. Muatan lokal adalah : Program yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan budaya serta kebutuhan daerah yang wajib dipelajari di daerah. Muatan lokal terdiri dari lima PB yaitu: Budi pekerti, Bahasa Daerah, Seni, Ketrampilan dan Sejarah Lokal. Ternyata dalam pelaksanaannya Budipekerti dikaitkan dengan PMP/PPKn atau Agama, buktinya untuk tahun ajaran 2004/05 pendidikan Budi pekerti oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Malang dilaksanakan dan berdiri sendiri. Selanjutnya untuk Bahasa Daerah, alangkah baiknya di setiap sekolah di Jawa Timur berlangganan majalah berbahasa daerah, umpama Penyebar Semangat selain melestarikan budaya daerah juga sumber sejarah lokal.
Tahun ajaran 2004/05 secara bertahap mulai dilaksanakan program pendidikan “baru” yang disebut : Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Tujuan pokok adalah meningkatkan SDM dan untuk itu perlu dilaksanakan model pembelajaran Contectual Teaching and Learning (CTL) atau secara populer ada yang menamakan Pembelajaran Berbasis Konteks (PBK). Yang dimaksud dengan “konteks” bahwa dalam proses pembelajaran sampai pada hasil belajar itu dikaitkan dengan kenyataan. Konteks dengan realita siswa, sekolah, lingkungan sekitar, kehidupan masyarakat dan sebagainya.
Masalah diatas sebenarnya bukan “barang baru” dimana CBSA/PKP dahulu untuk memotivasi dan mewujudkan aktivitas siswa agar tujuan pembelajaran tercapai. Pada kurikulum 2004 untuk kelas I SMA, didalam PB ada yang baru yaitu tentang masalah seluk beluk sejarah. Judulnya: Prinsip-prinsip ilmu dan penelitian sejarah jelas isinya banyak tentang pengetahuan (teori) dan untuk realisasi CTL berarti harus ada hubungannya dengan kenyataan dan untung ada sub PB Sejarah Lokal. Di obyek SL inilah para siswa akan mudah memahami seluk beluk sejarah dalam kenyataan disekitarnya. Praktek lapangan menjadikan siswa memahami sejarah, sadar sejarah dan juga cinta sejarah. Ingat motto Sir John Seelly: History is past politic and politic is pressent history, walaupun kajian Sejarah lebih luas obyeknya/bidangnya dibanding dengan politik. Bagaimana bila siswa ditugasi membuat laporan tentang Pemilu (5 April, 5 Juli dan 20 September 04) di TPS-nya atau ditingkat desa/kelurahannya.

SEJARAH LOKAL

Sejarah lokal (SL) sudah ada dan lama berkembang sebelum ada sejarah Nasional. SL itu berkaitan dengan kajian tentang asal-usul tempat tinggal (daerah) atau suku bangsa/etnis maupun kebudayaannya. Uraian tentang ini cukup banyak di Indonesia dan namanya: Babad, Riwayat, Hikayat, Tambo dan untuk itu disebut Sejarah tradisional. Uraian sejarah tradisional itu pada umumnya terkait dengan sesuatu yang irrasional sehingga bersifat mistis-magis disebut Sejarah Mithos. Sejarah tradisional itu lisan dan tertulis yang umumnya anonim. Biasanya diketengahkan dalam kegiatan tradisional, umpama waktu upacara bersih desa. Apabila tercantum nama pengarangnya merupakan karya jaman “baru” dan karena lepas dari metodologi sejarah, disebut sejarah amatiran.
Dalam sejarah ilmiah (termasuk juga sejarah lokal), sejarah tradisional, sejarah amatiran dapat digunakan sebagai salah satu sumber sejarah dalam penelitian sejarah, walaupun kapasitasnya sebagai sumber sekunder. Paling tidak dapat digunakan sebagai data pelengkap atau pembanding fakta sejarah sebenarnya.
Untuk sejarah tradisional walaupun bobot ilmiah hampir tidak ada tetap bernilai budaya. Sebabnya melestarikan budaya asli, menghormati nenek moyang, mencintai daerahnya (patriotisme) berbagai petuah kepada generasi penerusnya.
Di jaman penjajahan banyak pejabat kolonial di daerah membuat laporan tentang keadaan daerahnya termasuk penduduk beserta kebudayaannya. Karya yang merupakan laporan resmi ke atasan atau di mass media termasuk kelompok sejarah amatiran.
Setelah merdeka terutama dijaman ORBA dan didorong semangat pembangunan (PELITA) beramai-ramai Pemda Kodya/Kabupaten mencari “ Hari  Jadi” daerahnya. Dengan kerjasama dengan para sejarahwan diadakan penelitian dengan mengumpulkan dan menganalisis data-data sejarah. Sebagai “barang pesanan” kadang-kadang ada yang minta dicarikan pada akhir Maret atau awal April dan kalau bisa 1 April. Menghadapi masalah ini para peneliti mengajukan alternatif hasil penelitian tentang tanggal, bulan, tahun untuk dipilih atau bila dipaksa menentukan mungkin peneliti itu undur diri. Apabila pilihan waktu umpama 1 April (awal Pelita) yang juga sebagai peringatan ulang tahun daerah tersebut ternyata tidak tepat, kiranya perlu diteliti lagi, apabila jaman reformasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang akurat Hari Jadi Kabupaten Malang 28 Nopember sesuai dengan bukti tertua pada prasasti Dinoyo I (Kerajaan Kanjuruan) 28 Nopember 760, equivalen angka tahun Saka. Hari Jadi ini diresmikan 28 Nopember 1984, merupakan hasil penelitian Habib Mustopho dkk. Untuk hari jadi Kota Malang yaitu adanya dokumen pembentukan Kotamadya (Gemeente) Malang pada 1 April 1914, walaupun walikotanya (Burge meester) baru ada pada 1919.
Definisi sejarah Lokal: Studi tentang kehidupan masyarakat di lingkungan tertentu dan perkembangannya di berbagai aspek kehidupan sejak masa lampau. Makna difinisi cukup luas jangkauannya walaupun di daerah tertentu. Kajian untuk daerah tertentu yang bertemakan: Sosial, Budaya, Ekonomi dan lainnya maka SL dapat dijadikan Sejarah Tematis.
Pemerintahan beserta masyarakat kota Malang bercitakan: Malang kota pendidikan, kota industri, kota wisata. Adanya cita-cita atau program itu perlu dicari latar belakang atau sejarahnya. Dengan diketahui bukti yang telah ada (masa lampau) maupun berbagai faktor lainnya terutama keadaan geografinya dapat meyakinkan kita bahwa cita-cita itu benar dan pasti berhasil, apapun tantangan jamannya.
Untuk kota pendidikan contohnya di bidang pendidikan guru. Setelah pengakuan kedaulatan di Malang pada 1950 dibuka Sekolah Guru B (SGB) sampai tiga sekolah untuk mencetak guru SR (SD). Untuk guru SMP dibuka Sekolah Guru A (SGA) disamping pendidikan kilat B-1 sedang guru SMA dibuka B-2. Dalam perkembangannya tamatan SGA menjadi Guru SR (SD) pada 1958 dan SGB ditutup pada 1961. Gedung yang digunakan adalah peninggalan jaman penjajahan baik berupa gedung sekolah atau rumah elit penjajah yang besar dan luas atau bekas hotel.
Untuk meningkatkan mutu guru di Malang pada 1954 didirikan PTPG pengganti B-1 dan B-2 dan diresmikan oleh Mr. Muhamad Yamin sebagai Menteri P dan K. Pada 1959 PTPG menjadi FKIP Airlangga dan dekannya adalah Mr. Koentjoro Poerbopranoto salah seorang peserta Sumpah Pemuda (1928). Ketika PTPG di buka hanya lima jurusan : Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ekonomi, Sejarah dan Pasti Alam, suatu PT tertua di malang. Pada 1963 FKIP Airlangga di Malang menjadi IKIP kemudian juga menjadi pembina IKIP yang baru berdiri sekitar 1967 antara lain IKIP Surabaya, IKIP Singaraja. Adanya tuntutan jaman dan tenaga guru melimpah belum diangkat  dan faktor lain akhirnya IKIP Malang menjadi Universitas Negeri Malang (UM) pada 1999, tepatnya PT berusia 45 tahun , lustrum ke 9. Program studi ada 76 yaitu : Diploma, S1, S2 dan S3.
Ketika PTPG di buka perkuliahan siang hari di SMA Tugu, kemudian menggunakan bekas hotel Splendit In, sekarang perumahan karyawan/dosen UM, sebelah barat Balaikota Malang. Alumnus PTPG/FKIP Airlangga/IKIP Malang tersebar sebagai pendidik di Indonesia, yang waktu itu tamatan Sarjana Muda (BA) mengajar SMA/SMK dan Sarjana (Drs) di Perguruan Tinggi.
Ada beberapa tokoh nasional yang berasal atau alumni pendidikan di Malang. Pak Poeger adalah tokoh Tamansiswa Malang, yang juga anggota BPUPKI. Demikian pula Bung Tomo, Laksamana Sudomo dan bisa dimasukkan Dr. Radius Prawiro, Dr. Sumarlin alumnus SMA Albertus Malang, sebagai ekonom ORBA. Tokoh KH Maskur walaupun berasal dari Singosari dan tokoh pesantren juga berkiprah di tingkat nasional, anggota PPKI maupun Menteri Agama.
Di bidang pendidikan militer kota Malang tidak ketinggalan seperti Cimahi, Magelang untuk KNIL. Ketika Belanda (VOC) berhasil “menumpas” sisa perlawanan pengikut Suropati, Malang diduduki pada 1767. Kemudian daerah Malang statusnya ditingkatkan menjadi kabupaten (1812) dengan residen di Pasuruan, Untuk mengawasi gerak-gerik Bupati Belanda mendirikan markas militer dan dipilih yang letaknya lebih tinggi yaitu Celaket. Setelah dibuka pendidikan KNIL (1930), markas itu dijadikan rumah sakit militer (sekarang RS Syaiful Anwar). Mudah-mudahan komplek pendidikan militer di Rampal itu tidak ditukar gulingkan dan dilestarikan juga sebagai cagar budaya. POLRESTA Kota Malang sudah ditukar gulingkan, dahulu markas KENPENTAI Jepang tempat meyiksa Budanco Muradi, Dr. Ismail dkk. Tokoh pemberontak Peta Blitar.
Kota Malang kota industri masih tepatkah untuk masa yang akan datang, sebab penduduknya padat dan wilayah sempit. Untuk industri ringan (manufaktur, home industri) masih memungkinkan seperti rokok, gerabah dan keramik. Ketiga industri itu memiliki sejarah dalam kota Malang dapat menjadi obyek SL.
Sebagai kota wisata secara alamiah merupakan pilihan yang benar. Kota sejuk  (sekarang tidak sejuk, karena itu digalakkan Malang Ijo Royo-Royo) dan dikelilingi gunung dan pegunungan yang indah pandangannya. Nenek moyang kita sebagai cikal bakal komunitas Malang memilih tempat yang sejuk, subur mendirikan kerajaan Kanjuruhan (760).
Di jaman penjajahan berdasarkan bukti yang ada Malang, Lawang dan Batu selain tempat tinggal juga kota wisata dengan vila untuk istirahat disamping hotel. Jalan Ijen (Ijen Boulevard) dan jalan sekitarnya tertata rapi dengan nama-nama gunung. Ditambah dengan Taman Indokilo dengan danau dan bunga (Beatrik Park) maupun taman Oro-orodowo dengan banyak pohon cemara dan bunga.
Di pusat kota utara alon-alon terdapat gedung society “Concordia” yang etrkenal dengan sebutan Kamarbola. Disinilah elit Belanda beristirahat/bermalam minggu dan dilengkapi rumah makan Oen diseberangnya untuk memesan makan dan minuman. Banyak juga didirikan gedung perkantoran (Lodge=loji) yang tersebar di kota Malang disamping gedung sekolah maupun gereja. (Ingat daerah yang jalannya bernama Klojen)
Para wisatawan khususnya wisman ingin menikmati kota/daerah yang aman, sejuk memiliki obyek yang unik dan mengagumkan dengan akomodasi yang ideal dan transportasi yang lancar. Obyek wisata sudah berkurang, ditukar gulingkan, dirombak bangunannya, atau menjadi perkantoran, mall, tempat tinggal dan sebagainya. Contohnya Taman Indrokilo danaunya hilang, daratannya dibangun kantor dan perumahan. Untuk Concordia yang diganti Sarinah tidak masalah, sebab ketika Agresi I (1947) gedung Concordia di bumi hangus. Mudah-mudahan gedung-gedung bersejarah seperti masjid Jami’, gereja lama, stasiun Kotabaru, Rumah makan Oen dan lainnya tidak direnovasi apalagi ditukar gulingkan.
Sepulang dari Belgia, walikota Drs.KRT Peni Soeparto menginginkan adanya danau di kota Malang sebagai pelengkap Ijo Royo-royo. Yang menjadi masalah pertama lokasi, mungkin didaerah Buring atau membendung sungai Berantas di bagian bawah Balaikota lalu bagaimana kalau dibangun tentang jalan Majapahit atau lapangan Rampal, apabila komplek militer itu dipindah.

HUBUNGAN SEJARAH LOKAL DAN SEJARAH NASIONAL
            Ada pameo yang menyatakan: Yang kecil kurang bisa dimengerti tanpa memperhatikan yang besar, sebaliknya yang besar kurang bisa dipahami apabila yang kecil tidak diketahui. Makna pameo dalam Sejarah, apabila SL kurang bisa dimengerti tanpa memperhatikan SN, sebaliknya SN kurang bisa dipahami apabila SL tidak diketahui.
            SL merupakan bagian daripada SN dan merupakan unit-unit kecil yang disebut sejarah mikro, sedang SN adalah kumpulan yang digeralisasikan dari SL dan karena itu disebut Sejarah makro. Sejarah mikro untuk menjadikan bagian sejarah makro dilakukan selektif yaitu di pilih yang signifikan (istimewa) dan bernilai “kebangsaan”. Sejarah nasional merupakan salah satu sarana pendidikan yang strategis bermaknakan edukatif dan inspiratif. Oleh karena itu SN di negara manapun mengandung subyektifitas asal bukan subyektivitas penulis, penguasa tetapi subyektivitas nasional dalam bingkai Pancasila (untuk Indonesia). Coba bandingkan, benarkah Indonesia dijajah Belanda selama 3 ½ abad atau hanya 38 tahun menurut pendapat Ir. Resink.
            Disiplin dalam sejarah adalah berlakunya hukum kausalitas dan berkesinambungan, berarti ada benang merah antara peristiwa sejarah masa lalu dengan peristiwa kemudian. Disinilah ada hubungan antar SL dalam skala spatial dan temporal yang berbeda maupun juga yang sama. Rentetan dari unit-unit SL itu pada akhirnya menjadi SN.
            Sesuai dengan topik yang kita bahas ini, sejauh mana konstribusi SL di Malang terhadap SNI. Topik yang penting dalam SNI di masa Hinduisme dari Jawa Timur adalah kerajaan Majapahit, sedang kerajaan Kanjuruhan hanya disinggung sepintas lintas dalam buku sejarah SMP/SMA. Padahal ada benang merah sejak Kanjuruhan sampai dengan Majapahit.
            Seperti diketahui dalam pembahasan Geohistori/Geografi kesejarahan peranan sungai Brantas dalam sejarah di Jawa Timur penting. Buktinya pusat-pusat kerajaan Hinduisme (Kanjuruhan, Medang/Kahuripan, Daha, Singosari, Majapahit) berada didekat lembah sungai Brantas. Sumbernya di kawasan Kanjuruhan sedang didekat muaranya berada Wilwatikta, pusat Majapahit.
            Walaupun pusat-pusat dan penguasanya (dinasti) berganti, tetapi Malang beserta komunitasnya tetap eksis. Ketika Sindok memindahkan pusat Mataram ke Jawa Timur, Malang tetap diperhatikan antara lain keberadaan candi Songgoriti maupun prasasti Turryan (927). Demikian juga masa Majapahit, di dalam Panca ring Wilwatikta terdapat pejabat yang disebut Rakai Kanuruhan (Kanyuruhan) dan penguasa daerahnya disebut Bhre Tumapel. Komunitas di Malang sudah lama teratur dan karena sejuk dan subur menjadi hinterland pusat-pusat kerajaan selanjutnya.
            Masa perlawanan terhadap imperilais menjadi trugvall basis dari sisa pengikut Trunajaya maupun Surapati. Demikian juga pengikut Diponegoro seperti Eyang Imam Sudjono yang bersembunyi dengan membuka padepokan di gunung Kawi (?). Daerah Malang ideal dalam perang gerilya karena merupakan dataran tinggi yang dikelilingi gunung dan pegunungan yang berhutan. Untuk kota Malang terdapat bukti perjuangan kemerdekaan antara lain monumen TRIP, Mayor Hamid Rusdi disamping musium Brawijaya dan Musium Baru Pu Purwa yang diresmikan awal 2004.
            Keberhasilan perjuangan kemerdekaan kita karena adanya strategi yang saling mendukung, yaitu diplomasi dan perang (frontal dan gerilya). Untuk diplomasi, Malang juga berperan yaitu sidang KNIP (parlemen) yaitu masalah perjanjian Linggarjati. Setiap kebijakan pemerintah harus disetujui parlemen termasuk perjanjian Linggarjati. Pemerintah yang dikuasai Partai Sosialis dengan PM St. Syahrir kebijakannya memperoleh reaksi keras pihak oposisi terutama partai PNI dan Masyumi, disamping angkatan muda. Proses persetujuan KNIP berjalan alot tetapi dengan ancaman Soekarno/Hatta mengundurkan diri sebagai pimpinan nasional, akhirnya pihak oposisi terpaksa menyetujui perjanjian Linggarjati. (Ingat monumen Sidang KNIP 25 maret 1947 dimuka Sarinah).
            Dari data-data sejarah diatas bisa diangkat sebagai SL di Malang dan sekitarnya sebagai konstribusi SNI. Memang tidak semuanya mungkin ada yang kurang signifikan, tetapi untuk kepentingan lokal tetap penting. Tugas terstruktur siswa terhadap obyek SL agar mereka memahami, menghayati adanya kesinambungan peristiwa-peristiwa SL dengan SNI. Dengan ini merupakan motivasi siswa untuk senang dan mencintai sejarah. Dalam sejarah “ilmu hafalan” hanya sekitar 25% itupun perihal yang penting, lainnya masalah sebab-akibat peristiwa sebagai bekal pengalaman menentukan masa depannya.

STRATEGI PEMBELAJARAN SEJARAH LOKAL
            Sebagai mata pelajaran SL sebenarnya sudah ada sejak kurikulum 1994 di bidang studi IPS (SD,SLTP) dan SMU berdiri sendiri tetapi kokurikuler. Walaupun tahun ajaran 2004/05 baru dilaksanakan di kelas I tentang KBK dengan pendekatan CTL mungkin saran di bawah ini perlu dipertimbangkan, walaupun bukan barang baru (Ingat CBSA). Di SLTP lebih mudah dan sederhana dibandingkan dengan di SMA sebagai pendalaman/perluasan sebabnya PB SNI topiknya berulang untuk SMP maupun SMA.


            Untuk selanjutnya KBK dilaksanakan di semua jenjang kelas, maka untuk SMA contoh konsepnya sebagai berikut:
1.      Obyek/Topik SL disesuaikan dengan PB/Sub PB yang masanya sesuai dengan periodisasi sejarah yang ada di buku.
2.      Merupakan tugas terstruktur yang dikerjakan individual atau kelompok. (4 – 6 siswa) bisa juga dua kelompok dengan topik sama.
3.      Untuk individual dapat juga menggunakan sumber buku ditambah media lainnya dalam waktu sekitar dua minggu, sedang untuk kelompok harus di lapangan dalam waktu sekitar satu bulan dan dipresentasikan di kelas, sedang untuk individual tidak harus dipresentasikan.
4.      Guru menjelaskan/menawarkan obyek-obyek SL terutama di lapangan (daerah Malang dan sekitarnya) untuk kelas I (masa prasejarah sampai Hinduisme), kelas II (masa kolonial), kelas III (masa kemerdekaan).
5.      Evaluasi sesuai dengan pedoman yang ada, tetapi bisa juga dikembangkan umpama bobotnya: Tugas individual 1x, Tugas Kelompok 2x, Tes Formatif 2x dan Tes Akhir 3x, sehingga rumusnya:

                                                1 I  +  2K  +  2F  +  3A
                                    NA =   ----------------------------
                                                                  8

       Paparan terakhir ini sekedar saran saja dan merupakan penutup dari uraian singkat sejauh mana konstrusi SL Malang dan sekitarnya terhadap SNI. Sumber maupun obyek SL dilapangan dapat ditunjang media massa : Majalah, sinetron TV, sandiwara ludruk – ketoprak, asal peristiwa itu berlatar belakang sejarah di Malang Raya.  Tetapi yang penting adalah menanamkan kesadaran sejarah agar siswa mencintai sejarah sehingga memudahkan siswa mengkaji topik-topik SNI.



Contoh : Periodisasi / Pokok Bahasan Sejarah Lokal Malang Raya untuk tugas terstruktur siswa.
1.      Pra Sejarah.
1.1.  Sejarah Keluarga ( Silsilah Nenek Moyang ).
1.2.  Sejarah Sesaji ( Punden, Bersih Desa, Larung Laut ).
1.3.  Sejarah kerajinan ( Gerabah, Batu, Besi, Kayu ).
1.4.  Sejarah Pertanian dan Petenakan.
1.5.  Sejarah Senjata ( Panah, Tombak, Keris dsb-nya ).
2.      Masa Hinduisme sampai Islam
2.1. Sejarah Candi / Patirtan.
2.2. Topnimi (asal usul nama Desa, kota, Sungai, Jalan dsb-nya ).
2.3. Peranan sungai Brantas ( Perairan, Perikanan, Pelayaran dsb-nya ).
2.4. Perkembangan Islam ( Ula’ma, Masjid, Pesantren ).
2.5. Sejarah Kesenian ( Wayang, Topeng, Ludruk, Seni Suara ).
3.      Masa Penjajahan.
3.1.  Sejarah Pendidikan ( Sekolah Umum, maupun Agama ).
3.2.  Sejarah Perhubungan ( Jalan Darat, Kereta Api, Pangkalan Udara ).
3.3.  Sejarah Indrustri ( Pabrik Beras, Rokok, Kopi dsb-nya ).
3.4.  Sejarah Bangunan / Arsitektur ( Perumahan, Gereja, kantor dsb-nya ).
3.5.  Sejarah Komunitas Nasrani ( Sitiarjo, Swaru, Peniwen dsb-nya ).
4.      Masa Kemerdekaan.
4.1.  Sejarah Tokoh Lokal / Pejuang.
4.2.  Sejarah Monumen Perjuangan, Musium.
4.3.  Sejarah Perkembangan Wilayah / Kota.
4.4.  Sejarah Organisasi Sosial / Politik / Hamkam.
4.5.  Sejarah Pemilihan Umum.
Catatan:
a.       Pokok Bahasan dijabarkan lebih lanjut dengan sub-sub PB sesuai dengan realita sekitar lingkungan daerah / siswa.
b.      Sumber selain dari buku terutama obyek lapangan (Berbasis Kontek).
c.       Hasil ditambah dengan Gambar, Foto, denah, Peta dsb-nya.
d.      Peninggalan bersejarah / situs sejarah terutama yang berusia 50 tahun keatas, kecuali untuk obyek sejarah kontemporer.
e.       Setelah dipresentasikan siwa dan dinilai baik, dijadikan pengayaan perpustakaan.



DAFTAR RUJUKAN
Adnan, 2003. Pembelajaran Berbasis Konteks. Makalah penataran KBK Juli 2003.   Universitas Negeri Malang.
Astuti uji. 1995. Arsitektur Balai Kota Malang (Skripsi). FPIPS IKIP Malang
Dekker, 1997. Sejarah Pergerakan dan Revolusi Nasional. IKIP Malang.
Isnaun, H. 1999. Ilmu Sejarah dalam PIPS. Dirjen Dikdasmen Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Legawa, I . 2001. Contextual Teaching and Learning (CTL). Makalah Seminar muatan Lokal dan Otonomi daerah, Nopember 2001. Universitas Negeri Malang.
Pemerintah Daerah Kabupaten Malang. 1984. Hari Jadi Kabupaten Malang .
Soepratignyo, Kasimanudin Ismain. 1988. Geohistori Prasasti Turryan 927. (penelitian).
Soepratignyo. 1988. Pahlawan Mayor Damar di Turen Kabupaten Malang (penelitian).
Soepratignyo. 1997. Geohistori Indonesia. PPPG IPS PMP Malang .
Universitas Negeri Malang. 1999. Lustrum Ke – 9 (1954 – 1999 ).
Widya, I G. 1989. Sejarah Lokal suatu perspektif dalam pengajaran sejarah. Dirjen Dikti Departemen Pendidikan dan Kebudayaan




DANDANG GULA
Rata rampak rinasa mranani
Dennya sampun nandang kacingkrangan
Ngalaya ngupa wardane
Bebering adil makmur
Iku lamun tembe wut wanci
Rong rupo mngku tanda
Golong wis rumasuk
Warna rekta dalah seta
Sinung tanda mustaka handaka sakti
Tata kerta raharja

Karya pujangga Surakarta Hadiningrat pada sekitar abad XIX tentang penderitaan rakyat dan ramalan kemerdekaan dengan simbul Merah – Putih ( rekta – seta ) dan Kepala Banteng ( mustaka handaka )
 













1 comment: